Sabtu, 08 Desember 2012

ANEMIA

 

SKENARIO
Seorang wanita, umur 30 tahun, ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan merasa lemas. Disaat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam dan mimisan. Menurut keluarganya dia terlihat lebih pucat dari biasanya.
 


KATA KUNCI
       Seorang wanita umur 30 tahun
       Cepat lelah dan lemah
       Disaat bersepeda pernah mau pingsan
       Demam dan mimisan
       pucat.
PERTANYAAN
1.      Fisiologi sel darah merah ?
2.      Defenisi anemia?
3.      Penyebab Anemia?
4.      Patomekanisme dari tiap-tiap gejala?
5.      Differential Diagnosa?
6.      Pemeriksaan penunujang dari DS?
7.      Pentalaksanaan?
8.      Pencegahan?
9.      Komplikasi?
10.  Prognosis? 
JAWABAN PERTANYAAN
1.      FISIOLOGI SEL DARAH MERAH
 
1.      ANEMIA
Berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red cells (hematokrit) per 100 ml darah. Penurunan jumlah massa eritrosit sehinngah tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam junmlah yang cukup ke jaringan perifer. Atau keadaan dimana sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah dibawah normal.
2.      Etiologi anemia :
Ø  Penurunan kecepatan eritropoiesis
Ø  Kehilangan eritrosit berlebihan
Ø  Defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit
Berbagai penyebab anemia dapat dikelompokkan kedalam enam kategori:
1.      Anemia gizi à defisiensi dalam diet suatu factor yang diperlukan untuk eritropoiesis.
2.      Anemia pernisiosaà ketidakmampuan saluran pencernaan menyerap vitamin B12 dalam jumlah adekuat.
3.      Anemia aplastik à kegagalan sumsum tulang untuk mengahasilkan sel darah merah dalam jumlah yang adekuat, walaupun selama bahan yang diperlukan untuk eritropoiesis tersedia.
4.      Anemia ginjal disebabkan oleh penyakit ginjal. à karena eritropoietin dari ginjal adalah stimulus utama untuk mendorong eritropoiesis, sekresi eritropoietin yang tidak adekuat akibat penyakit ginjal menyebabkan gangguan produksi sel darah merahà anemia
5.      Anemia hemoragik à hilangnya darah dalam jumlah bermakna.
6.      Anemia hemolitik à pecahnya eritrosit yang bersirkulasi dalam jumlah besar.
3.      PATOMEKANISME DARI TIAP-TIAP GEJALA
 
MEKANISME CAPEK, LEMAH, PINGSAN, PUCAT
MEKANISME DEMAM
MEKANISME EPISTAKSIS
 
5.      DIFFERNTIAL DIAGNOSA
 
     Suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi.  Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang ditandai dengan adanya pansitopenia (defisit sel darah pada jaringan tubuh). Defisit sel darah pada sumsum tulang ini disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan sumsum tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi obat, virus, sampai paparan bahan kimia.

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering digunakan antara lain anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmielofisis dan anemia paralitik toksik.
Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5 kasus/juta penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian.Pada pria penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia aplastik ini.

TANDA DAN GEJALA PENYAKIT ANEMIA APLASTIK
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia (kurang darah merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit). Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
►Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan, dan palpitasi.
►Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
►Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi.
PENYEBAB ANEMIA APLASTIK

Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:

►Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita, sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya pansitopenia (defisit sel darah).
Menurut sumber referensi yang lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan bentuk lain dari anemia aplastik (Hematologi Klinik Ringkas; Prof. Dr. I Made Bakta).

► Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak kulit) pada seseorang.

► Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.

► Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia aplastik.

► Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.

PATOFISIOLOGI ANEMIA APLASTIK
 
6.      Pemeriksaan penunjang dari DS?
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
¨  Darah tepi :
     anemia normositik normokrom
     retikulosit rendah
                             (normal: 50.000-100.000/mm3)
     Limfositosis relatif
¨  LED : Meningkat
¨  Faal hemostasis
¨  sumsum tulang
7.      PENATALAKSANAAN
a.      Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b.      Terapi Imunosupresif
Obat-obatan  yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).  ATG atau ALG diindikasikan pada15 :
-          Anemia aplastik bukan berat
-          Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
-          Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15 Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik. Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel
 
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.
a.      Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik  seperti Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor  ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15
b.      Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
 
Gambar : Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut15 :
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit dibawah 100.000/mm3.
- Refrakter : tidak ada perbaikan.
8.      PENCEGAHAN
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang telah dijelaskan di bagian faktor penyebab di atas.
9.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi dari anemia aplastik ini adalah perdarahan dan rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kadar trombosit dan kurangnya kadar leukosit. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kadar leukosit dan trombosit ini menurun diakibatkan kegagalan sumsum tulang.
Terapi anemia aplastik juga dapat menyebabkan komplikasi pada penderita anemia aplastik ini. Komplikasi yang dimaksud adalah GVHD (Graft-Versus-Host-Disease). Hal ini merupakan kegagalan dari terapi transplantasi sumsum tulang
Maksudnya begini, transplantasi sumsum tulang merupakan salah satu terapi untuk penderita Anemia Aplastik. Terapi ini dapat dilakukan jika si pasien masih muda dan HLA si pendonor cocok dengan si penderita. HLA yang cocok biasanya jika berasal dari saudara kandung atau orang tua si penderita. GVHD terjadi sebagai bukti bahwa terapi yang dilakukan gagal.
10.      PROGNOSIS
ü  Baik, bila berakhir dengan remisi sempurna
ü  Bisa sampai meninggal
ü  Bila remisi tidak sempurna bisa bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih 
REFERENSI
Ø  Bakhshi, Sameer, MD. (October 2009). “Aplastic Anemia”. http://www.emedicine.com/

Ø  Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”. Penerbitan IPD FKUI Pusat. Jakarta. 2007: 627 – 633.

Ø  Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 98 – 110.
Ø  Lauralee Sherwood. Fisiologi Tubuh Manusia.Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ø  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Ø  Farmakologi Dan Terapi Edisi 4
      Ø Sylvia A.Price Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit





Tidak ada komentar:

Posting Komentar