SKENARIO
Seorang pengemudi bus umur 60 tahun dibawa
ke ruang gawat darurat dengan keluhan nyeri yang melewati dinding dada yang
berat dan menyebar ke lengan. Sebelumnya, dia merasa sehat walaupun dia merokok
10 batang per hari. Pada pemeriksaan nampak dia terlihat pucat dengan kulit
dingin dan berkeringat. Nadinya lemah.
KLARIFIKASI KATA SULIT
Setelah membaca dan memahami skenario di
atas dengan seksama, kelompok kami tidak menemukan beberapa kata-kata sulit.
KATA KUNCI
Berikut ini adalah beberapa kata atau kalimat kunci yang diidentifikasi
dari skenario:
Laki-laki
60 tahun
Nyeri
dada akut, menyebar ke lengan
Merokok
Pucat
Kulit
dingin
Berkeringat
Nadi
lemah
PERTANYAAN-PERTANYAAN
PENTING
1.
Bagaimana
anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terlibat?
2.
Apakah
yang menjadi etiologi nyeri dada?
3.
Bagaimana
patomekanisme nyeri dada yang berhubungan dengan skenario?
4.
Bagaimana
hubungan merokok dengan nyeri dada dan apa kandungan rokok yang dapat
menyebabkan nyeri dada?
5.
Mengapa
nadi pasien melemah?
6.
Mengapa
nyeri dada menyebar ke lengan?
7.
Apakah
penyebab muka pasien pucat, kulit dingin, dan berkeringat?
8.
Bagaimana
hubungan pekerjaan pasien dengan gejala yang diderita?
9.
Apakah
diagnosis banding untuk skenario di atas?
JAWABAN PERTANYAAN
Jantung terletak dalam ruang mediastinum
inferius rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang meliputi jantung
terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan dalam (perikardium visceralis) dan lapisan luar (perikardium paritetalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan
oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan antara gerakan pemompaan
jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada strenum, ke belakang pada
kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan
jantung terletak stabil tempatnya. Perikardium visceralis melekat secara
langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari
organ-organ sekitarnya ke jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar
(epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan otot yang disebut
miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut
endokardium.
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan
pembuluh darah besar (arteri pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung
(basis cordis). Atrium secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah
bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup
jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional, jantung
dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah vena ke
sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran sistemik. Pembagian fungsi ini
mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi : vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, arteria plmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri,
ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
[1] Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1,
(Jakarta, 2006), hal. 517-518.
Jantung Aspectus Anterior [1]
[1] Putz, Atlas
Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21,( Jakarta, 2005), hal. 53.
Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke
depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah
sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat
dipalpasi di garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima.
Fisiologi Jantung :
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan
peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik
yang tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk
merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi, dan diikuti pemulihan kembali disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik dan diastolik. Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung.
Aktivitas listrik sel yang dicatat melalui elektrode intrasel memperlihatkan
bentuk khas yang disebut potensial aksi.
[1]
Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron
menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume
darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5 L/menit. Tetapi,
curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi
jaringan perifer sesuai ukuran tubuh, yang diindikatori oleh index jantung (diperoleh dengan membagi
curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan
tubuh. [2]
Histologi Jantung : [3]
Secara mikroskopis, dinding jantung
terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan terakhir
epicardium.
Endokardium :
Terdapat perbedaan
ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium
endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan
ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan
subendokardial.
Lapisan endotel berhubungan dengan endotel
pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa
berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal.
Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis
anyaman penyambung jarang yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas.
Lapisan elastikomuskular terdiri dari
anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot polos.
Lapisan endokardial berhubungan dengan
miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang mengandung vena,
saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung.
Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki
diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki
sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.
[1] Ibid, hal. 530.
[2] Ibid, hal. 536.
[3] Hastuti, Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler, (Makassar, 2007), hal. 5-13.
Mikroskopik Endokardium Ventrikel [1]
[1] Ibid, hal. 8.
Endokardium
ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :
-
Katup atrioventrikuler
-
M.
papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
-
Korda
tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan
katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat
ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke
atrium.
Miokardium : Miokardium merupakan bagian paling tebal
dari dinding jantung yang terdiri dari lapisan otot jantung. Atrium tipis dan ventrikel
tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz
streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.
Epikardium :
Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan
mesotel. Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard, perikardium
viseralis, dan perikardium parietalis.
Mikroskopik Jantung [1]
[1] Wiechmann, University of Oklahoma Health
Sciences Center
Interactive Histology Atlas,
(Oklahoma, 2005).
2.
Nyeri dada mungkin merupakan gejala penyakit jantung yang
paling penting. Tetapi ia tidak patognomik untuk penyakit jantung. Telah
diketahui bahwa nyeri dada dapat disebabkan oleh gangguan paru-paru, usus,
kandung empedu, dan muskuloskeletal.
Penyebab Lazim Nyeri Dada [1]
3.
Patomekanisme nyeri dada : merokok menyebabkan
akumulasi toksi di pembuluh darah yang menimbulkan aterosklerosis yang pada
akhirnya memicu timbulnya hipertensi. Akibat adanya plak aterosklerosis ini,
lumen pembuluh darah menyempit dan memudahkan terjadinya oklusi (penyumbatan)
pembuluh darah terutama di arteri koronaria. Oklusi ini mengakibatkan aliran
darah koroner tidak adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah iskemia miokard. Terjadi
penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan
akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul
karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard mengompensasikan
dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk sampingannya yaitu asam laktat. Asam
laktat membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel miokard inilah
yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic
afferent di area korteks sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang
menimbulkan nyeri di dada. [1]
4.
Hubungan riwayat merokok dengan nyeri dada yaitu bahwa merokok memicu timbulnya plak
aterosklerosis. Plak ini memicu hipertensi dan oklusi pembuluh darah jantung
termasuk arteri koronaria. Terjadilah iskemia miokard yang pada akhirnya akan
menimbulkan rasa nyeri di dada melalui mekanisme yang telah dijelaskan di atas.
Kandungan rokok : rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang
bersifat toksin, karsinogenik, dan terotogenik. Senyawa-senyawa kimia yang
terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine, dietil eter, polifenol,
naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawa-senyawa kimia dalam rokok menurunkan
HDL dalam tubuh sehingga timbul plak aterosklerosis, misalnya di arteri
koronaria. Plak ini mudah mencetuskan trombosis yang membentuk trombus sehingga
terjadi iskemik miokard yang menimbulkan nyeri dada.
4.
Kecepatan
denyut jantung secara rutin dapat ditentukan berdasarkan palpasi denyut arteri
radialis. Karena lamanya periode pengisian diastolik berbeda-beda, adanya
iskemia miokard atau infark miokard, sebagian kontraksi jantung sangat lemah
dan tidak dapat menimbulkan gelombang denyut yang memadai meskipun telah
terjadi kontraksi ventrikel. Dengan demikian, terjadi pulsus defisit, yaitu perbedaan antara denyut apikal (prekordial)
dengan denyut arteri radialis. [2]
5.
Nyeri
dada yang dirasakan pasien menyebar ke lengan diklasifikasikan sebagai nyeri
alih. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh
tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke
dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama
dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri
visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal
pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa.
Saat
ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi. Menurun
teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan
satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik
yang sama (misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk
mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi
nyeri ke daerah somatik (dermatom).
Sebagai
contoh, iskemia/infark miokardium menyebabkan pasien merasa nyeri hebat di
bagian tengah sternum yang sering menyebar ke sisi medial lengan kiri, pangkal
leher, bahkan rahang. Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit
dan defisiensi oksigen, yang merangsang ujung-ujung saraf sensorik di
miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak
trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsalis lima
saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung
tetapi beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis
(somatik) yang sesuai, karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima
saraf interkostalis teratas dan oleh saraf brachialis interkostal (T2) akan
terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri karena
nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang. [3]
[1] Ibid, hal.56.
[1] Ibid, hal. 1079.
Teori Konvergensi-Proyeksi pada Nyeri Alih [1]
[1] Ibid, hal. 1077.
Tempat-tempat Nyeri Alih Umum yang Berasal dari
Organ Visera [1]
[1] Ibid, hal. 1078.
1.
Penyebab
pucat, kulit dingin, dan berkeringat :
Infark
miokard menyebabkan timbulnya tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ.
Aliran darah dialihkan dari organ-oran nonvital (organ perifer) demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Pucat dan kulit dingin : infark miokard mengakibatkan berkurangnya
curah jantung. Akibatnya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan
peningkatan Hb tereduksi di dalam darah maka timbullah sianosis (kulit pucat
dan dingin). [1]
Keringat dingin : infark miokard mengakibatkan berkurangnya curah
jantung. Akibatnya terjadi
vasokonstriksi kulit. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas sehingga pasien dapat mengalami demam ringan dan keringat
berlebihan. [2]
2.
Pekerjaan
pasien sebagai pengemudi bus secara langsung tidak berkaitan dengan penyakit
yang dideritanya sekarang. Dengan kata lain, merokok lebih menjadi faktor
resiko baginya menderita infark miokard daripada pekerjaannya sebagai
pengemudi. Akan tetapi, kegiatan fisik yang berat setiap hari akan meningkatkan
kebutuhan miokardium akan oksigen. Akhirnya timbul ketegangan lalu pengaliran
darah koroner yang ditingkatkan dan terjadilah iskemik miokard yang
bermanifestasi lanjut menjadi infark miokard.
3.
Diagnosis
banding untuk kasus pada skenario 3 di atas yaitu :
Infark miokard akut
Angina pectoris stabil
Angina pectoris tidak stabil
Diseksi aorta
Pericarditis akut
Prolaps katup mitral
Emboli pulmonal
INFORMASI TAMBAHAN [3]
Iskemia yang berlangsung lebih dari
30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau
kematian otot. Bagian
miokardium yang mengalami kematian akan berkontraksi secara permanen. Jaringan
yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi
dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut.
Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah
besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkcil daerah nekrosis. Perbaikan
daerah iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat tercapai dengan
pemberian obat trombolitik atau angioplasti koroner transluminal perkutaneus
primer (primary percutaneus transluminal
coronary angioplasty, PTCA). Apabila tidak terjadi perbaikan daerah
iskemia, maka nekrosis daerah iskemik meningkatkan ukuran infark.
Infark miokardium biasanya menyerang
ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang
bersangkutan. Sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian
dalam miokardium.
TUJUAN
PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
1.
Memahami perbedaan nyeri dada
pada penyakit kardiovaskuler dan penyakit non-kardiovaskuler.
2.
Memahami mekanisme timbulnya nyeri
dada pada berbagai penyakit kardiovaskuler.
3.
Memahami faktor-faktor yang
berperan dalam proses patologis yang terjadi di paru-paru yang menimbulakan nyeri
dada.
4.
Memahami hal-hal yang
berhubungan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita kardiovaskuler
dengan keluhan nyeri dada.
5.
Memahami hubungan antara gejala
nyeri dada dan gejala lainnya yang relevan dengan diagnosis penyakit
kardiovaskuler tertentu.
6.
Menentukan
jenis pemeriksaan dan prosedur diagnostik tertentu yang menunjang diagnosis
penyakit kardiovaskuler dengan gejala nyeri dada.
7.
Memahami
prosedur tindakan dan terapi pada penderita dengan nyeri dada di UGD akibat
penyakit kardiovaskuler tertentu.
8.
Memahami
kemungkinan komplikasi yang timbul dari penyakit kardiovaskuler tertentu dengan
keluhan nyeri dada.
9.
Memahami
prognosis penyakit-penyakit kardiovaskuler tertentu dengan keluhan nyeri dada.
KLASIFIKASI INFORMASI [4]
Infark miokard adalah nekrosis miokardium
besar yang disebabkan oleh interupsi aliran darah ke area itu, hampir selalu
disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang tindih dengan
trombosus koroner. [5]
Infark miokard akut terjadi
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. IMA terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. [6]
[1] Price. Op.cit., hal. 638.
[2] Ibid.
[3] Price, Op.cit., hal. 589-590.
[4] Price, Op.cit., hal. 1119-1120.
[6] Tim Penyusun IPD, Op. cit., hal. 1630-1631.
ANALISA DAN SINTESIS SEMUA INFORMASI
Pasien dalam skenario mengalami nyeri dada akut, menyebar ke lengan, merokok, pucat, kulit dingin, berkeringat, dan nadi lemah, memberikan sedikit petunjuk untuk mendiagnosis
penyakit tersebut. Ada beberapa diagnosis banding yang sempat dimunculkan
seperti infark miokard akut, angina pectoris stabil, angina pectoris tidak
stabil, diseksi aorta, pericarditis akut, prolaps katup mitral, dan emboli
pulmonal. Akan tetapi, setelah membandingkan semua gejala dan tanda yang biasa
timbul dari semua DD di atas, kami menetapkan Infark Miokard Akut sebagai
diagnosis yang paling tepat untuk pasien pada skenario 3 sebab penyakit
tersebut telah menunjukkan semua gejala dan tanda pada skenario di atas
berdasarkan tanda khas dari penyakit ini.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
INFARK MIOKARD AKUT
1.
Definisi Penyakit
Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar
yang disebabkan oleh interupsi aliran darah ke area itu, hampir selalu
disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang tindih dengan
trombosus koroner. [1]
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat
gangguan aliran darah ke otot jantung. [2]
2. Epidemiologi [3]
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari)
pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien
mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun dalam 2 dekade terakhir
, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal
dalam tahun pertama setelah IMA.
IMA dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction = STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris, IMA
dengan elevasi ST, dan IMA tanpa elevasi ST.
3.
Etiologi [4]
Faktor penyebab infark miokard yaitu oklusi akibat
plaque aterosklerosis koroner. Faktor-faktor resiko aterosklerosis koroner
antara lain :
a.
Tidak
dapat Diubah : usia
(laki-laki ≥ 45 tahun, perempuan ≥ 55 tahun atau menopause prematur tanpa
terapi penggantian estrogen dan riwayat CAD pada keluarga.
b.
Dapat
Diubah : hiperlipidemia,
HDL-C rendah, hipertensi, merokok sigaret, diabetes mellitus, obesitas terutama
abdominal, ketidakaktifan fisik, dan hiperhomosisteinemia.
c.
Faktor
Resiko Negatif : HDL-C
tinggi.
4.
Patofisiologi [5]
Infark miokard akut terjadi aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu IMA karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. IMA terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, dan jika kondisi
lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada
lokasi ruptur yang menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan bahwa plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya
lipid (lipid rich core). Pada STEMI,
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan
respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai
agonis (kolagen, ADP, epinefrin, dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor
lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen,
dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang
berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factorpada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan
trombus pada kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar di bawah. Arteri
koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit
dan fibrin.
[1] Dorland, Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29,
(Jakarta, 2002), hal. 1095.
[3] Tim Penyusun IPD, Op.cit., hal. 1630.
[4] Price, Op.cit, hal. 580.
[5] Tim Penyusun IPD, Op. cit., hal. 1630-1631.
Pembentukan Trombus dan Intervensi Farmakologis dalam Kaskade Koagulasi [1]
Pada kondisi yang jarang, IMA juga dapat
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.
1.
Manifestasi Klinis [2]
Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih
intensif dan menetap (lebih dari 30 menit) tidak sepenuhnya menghilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitrogliserin, sering disertai nausea, berkeringat,
dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan muka pucat,
takikardi, bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung kongestif). Distensi
vena jugularis umumnya terjadi bila terdapat infark ventrikel kanan.
2.
Komplikasi [3]
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia
(sinus bradikardi, supreventrikular takiaritmia, gangguan konduksi), disfungsi
otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, syok), infark ventrikel kanan,
defek mekanik, ruptur miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
trombus mural.
3.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis
IMA dengan elevasi Stditegakkan berdasarkan anamnesisi nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2 mm, minimal pada 2 sandapan perikordial yang
berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksan enzim jantung,
terutama troponin C yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan
memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaaan enzim,
mengingat dalam tatalaksana IMA, prisip utama penatalaksanaan adalah time is muscle. [4]
Anamnesis [5]
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri
dada perlu dilakukan anamnesis dengan cermat apakah nyeri dadanya berasal dari
jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat IMA sebelumnya serta faktor-faktor resiko
seperti hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat penyakit
jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat
faktor pencetus sebelum terjadi IMA, seperti aktivitas fisik yang berat, stres
emosi, atau penyakit medis, atau bedah. Walaupun IMA bisa terjadi sepanjang
hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
Pemeriksaan Fisis [6]
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa
istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya
IMA. Sekitar seperempat pasien anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas
saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien
infark inferior menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia
dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi
ventrikular adalah S3 dan S4 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama
dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik
atau late sistolik apikal yang
bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38º C dapat
dijumpai dalam minggu pertama pasca IMA.
Elektrokardiogram [7]
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus
dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai IMA.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang alkhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian besar pasien tanpa elevasi
ST berkembang tanpa gelombang Q disebut infark non Q.
[1] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1631.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid, hal. 1632.
EKG menunjukkan STEMI anterior ekstensif [1]
[1] Ibid.
Laboratorium [1]
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim
merupakan indikator spesifik IMA, yaitu kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT,
laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidroksi
butirat dehidrogenase (α-HBDH), troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB.
CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi
enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti
penyakit muskular, hipotiroid, dan stroke. CKMB lebih spesifik, terutama bila
rasio CKMB : CK > 2,5% namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan
penilaian dilakukan serial dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam
setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 :
CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2 adalah
enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase
menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5 SGOT
meningkat dalam 12 jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 jam pertama. Cardiac Spesific Troponin T (cTnT) dan Cardiac Spesific Troponin I (cTnI) memiliki struktur asam amino
berbeda yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cNcT tetap tinggi dalam 7-10
hari, sedangkan cNcI dalam 10-14 hari.
Reaksi
nonspesifik berupa leukositosis polimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000
dalam beberapa jam dan bertahan selama 3-7 hari. Peningkatan LED lebih lambat,
mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu
[1] Mansjoer, Op.cit, hal. 438.
Biomarker Jantung pada Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST [1]
[1] Ibid.
Radiologi [1]
Pemeriksaan radiologi berguna bila
ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau kardiomegali. Dengan
ekokardiografi 2 dimensi dapat ditentukan daerah luas IMA fungsi pompa jantung
serta komplikasi.
1.
Penatalaksanaan [2]
- Istirahat total.
- Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung).
- Pasang infus dekstrosa 5% uantuk persiapan pemberian obat IV.
- Atasi nyeri :
a. Morfin 2,5-5 mg IV atau petidin 25-50 mg
IM, bisa diulang-ulang.
b. Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan
beta blocker.
- Oksigen 2-4 liter/menit.
- Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
- Antikoagulan :
a.
Heparin
20.000-40.000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.
b.
Diteruskan
asetakumarol atau warfarin.
- Streptokinase/trombolitik; untuk memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebasar 40%.
Tindakan pra rumah sakit
- Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang, diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg IV perlahan-lahan. Hati-hati penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.
- Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 liter/ menit. Pasien dapat dibawa ke RS yang memiliki ICCU. Trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.
Tindakan perawatan di rumah sakit
Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang
gawat darurat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan
di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula
darah, BUN, kreatinin, CK, CKMB, SGPT, LDH, dan elektrolit terutama ion K
serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, Prothrombin Time (PT), dan
Activated Partial Thromboplastin Time
(APTT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG
dapat diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark.
Nitrat sublingual atau
transdermal digunaan untuk mengatasi angina, sedangkan nitrat IV diberikan bila
sakit iskemia berulang kali atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit,
diberikan morfin sulfat 2,5 mg IV dapat diulangi setiap 5-30 menit, atau
petidin HCl 25-50 mg IV dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai sakit hilang. Selama
8 jam pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau makanan lunak
dalam 24 jam pertama lalu dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan
untuk mencegah konstipasi.
Pengobatan Trombolitik
Obat trombolitik yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi,
disebut rekombinan TPA (r-TPA), dan anisolylated
plasminogen activator complex (ASPAC).
Indikasi tromboliti adalah
pasien di bawah usia 70 tahun, nyeri dada dalam 12 jam, elevasi ST > 1 mm
pada sekurang-kurangnya 2 sandapan. Recombinant
TPA sebaiknya diberikan pada infark niokard kurang dari 6 jam (window
time).
Kontraindikasi trombolitik
adalah perdarahan organ dalam, diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang
traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru, atau adanya neoplasma
intrakranial, retinopati diabetik hemoragik, kehamilan, tekanan darah 200/120
mmHg, serta riwayat perdarahan otak.
Heparin diberikan setelah
streptokinase bila terdapat infark luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila
diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberika r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal.
Cara pemberian heparin adalah bolus 5000 unit IV
dilanjutkan dengan infus kurang lebih 1000 unit per jam selama 4-5 hari dengan
menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.
2.
Prognosis [3]
Tiga faktor penting yang menentukan indeks
prognosis, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan
iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik lebih jauh.
[1] Ibid.
[2] Ibid, hal. 438-440.
[3] Ibid, hal. 440.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland,
W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland
Edisi 29, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hastuti, Triani, 2007, Bahan Ajar
Histology Kardiovaskuler, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Mansjoer,
Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, Media Aesculapius, Penerbit FK UI,
Jakarta.
Price,
A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
..............., 2006, Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Putz
R., R. Pabst, 2005, Atlas Anatomi Manusia
Sobotta Jilid 2 Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Swartz,
Mark H., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Universiti Sains Malaysia, 2003, A Compilation of Pathogenesis and Pathophysiology, USM Press, Malaysia.
Sumber
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !