SKENARIO
Seorang anak perempuan 10 tahun datang
dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lutut kiri, demam, jantung terasa
berdebar-debar. Hal ini dialami sejak tiga hari yang lalu. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan : sianosis (-), nadi 140 kali/menit, reguler tekanan darah
120/60 mmHg, suhu 38º C, DVS normal. Pemeriksaan toraks ditemukan peningkatan
aktivitas ventrikel kiri, thrill teraba di apeks, a. Femoralis teraba bounding, batas-batas jantung membesar,
bunyi S1 dan S2 murni, intensitas normal, terdengar bunyi sistol diastol
derajat 2-3/6 pm di apeks. Tidak terdapat jari tabuh. Tanda-tanda radang di
lutut kiri.
KLARIFIKASI KATA SULIT
Setelah membaca dan memahami skenario di atas
dengan seksama, kelompok kami menemukan beberapa kata-kata sulit yaitu :
DVS
Thrill
A.
Femoralis teraba bounding
Bunyi
sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks
Jari
tabuh
Klarifikasi :
DVS
adalah Desakan Vena Sentral
Thrill
adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit di atas daerah
turbulensi. [1]
A.
Femoralis teraba bounding artinya bahwa derajat denyut arteri mencapai derajat
4 (bounding = meloncat). [2]
Sistem
gradasi mengenai amplitudo denyut yang paling banyak diterima : [3]
0 Tidak
ada
1 Melemah
2 Normal
3 Meningkat
4 Meloncat
(bounding)
Bunyi
sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks : bising jantung derajat 2-3 dari
skala 1 sampai 6. [4] Punctum maksimum (pm) artinya terdengar
paling keras di apeks kordis.
Derajat
2 :
bising yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas.
Derajat 3 : bising yang cukup keras, tidak
disertai penjalaran bising, penjalaran sedang sampai luas. [5]
Jari
tabuh atau clubbing yaitu hilangnya sudut antara kuku dan falang terminal.
Clubbing berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis seperti : [6]
*
Tumor intratoraks
*
Jalan pintas campuran dari vena ke arteri
*
Penyakit kronis paru
*
Fibrosis hati kronis
Clubbing
ditemukan pada sianosis sentral dan menunjukkan kelainan kardiopulmoner yang
berat. [7]
KATA KUNCI
Berikut ini adalah beberapa kata atau kalimat kunci yang diidentifikasi
dari skenario:
Perempuan 10 tahun
Nyeri dan bengkak lutut kiri
Demam
Palpitasi
Akut (3 hari lalu)
Sianosis (-)
Takikardia
Tekanan darah 120/60 mmH
DVS normal
Thrill teraba di apeks
A. Femoralis teraba bounding,
Kardiomegali
S1 dan S2 murni
Bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di
apeks
Tidak terdapat jari tabuh
PERTANYAAN-PERTANYAAN
PENTING
1.
Bagaimana
anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terlibat?
2.
Bagaimana
patomekanisme nyeri, bengkak, dan demam?
3.
Bagaimana
patomekanisme palpitasi?
4.
Mengapa
nyeri dan bengkak yang dialami pasien tidak simetris?
5.
Apa
hubungan jenis kelamin dan umur pada gejala?
6.
Mengapa
thrill teraba di apeks?
7.
Bagaimana
mekanisme bising sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks?
8.
Bagaimana
mekanisme a. Femoralis teraba bounding?
9.
Bagaimana
mekanisme dan makna aktivitas ventrikel kiri meningkat?
10.
Bagaimana
mekanisme dan penyebab takikardia?
11.
Bagaimana
hubungan batas-batas jantung yang membesar dengan gejala-gejala yang dialami?
12.
Apakah
diagnosis banding untuk skenario di atas?
JAWABAN PERTANYAAN
Jantung terletak dalam ruang mediastinum
inferius rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium yang meliputi jantung
terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan dalam (perikardium visceralis) dan lapisan luar (perikardium paritetalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan
oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan antara gerakan pemompaan
jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada strenum, ke belakang pada
kolumna vertebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan
jantung terletak stabil tempatnya. Perikardium visceralis melekat secara
langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari
organ-organ sekitarnya ke jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar
(epikardium), lapisan tengah yang merupakan lapisan otot yang disebut
miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut
endokardium.
Jantung Aspectus Anterior [9]
Ruangan jantung
bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri pulmonalis dan aorta)
membentuk dasar jantung (basis cordis). Atrium secara anatomi terpisah dari
ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu anulus fibrosus (tempat
terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot).
Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang
memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran sistemik. Pembagian
fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi :
vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria plmonalis, vena pulmonalis,
atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena,
vena kava.
Katup Mitral [10]
Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke
depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah
sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat
dipalpasi di garis midklavikula pada ruang interkostal keempat atau kelima.
Fisiologi Jantung :
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan
peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik
yang tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk
merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi, dan diikuti pemulihan kembali disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik dan diastolik. Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung.
Aktivitas listrik sel yang dicatat melalui elektrode intrasel memperlihatkan
bentuk khas yang disebut potensial aksi.
[11]
Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron
menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume
darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5 L/menit. Tetapi,
curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi
jaringan perifer sesuai ukuran tubuh, yang diindikatori oleh index jantung (diperoleh dengan membagi curah
jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/menit/m2 permukaan
tubuh. [12]
Histologi Jantung : [13]
Secara mikroskopis, dinding jantung
terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan terakhir
epicardium.
Endokardium :
Terdapat perbedaan
ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium
endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan
ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan
subendokardial.
Lapisan endotel berhubungan dengan endotel
pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa
berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal.
Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis
anyaman penyambung jarang yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas.
Lapisan elastikomuskular terdiri dari
anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot polos.
Lapisan endokardial berhubungan dengan
miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang mengandung vena,
saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung.
Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki
diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki
sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.
Mikroskopik Endokardium Ventrikel [14]
Endokardium
ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :
-
Katup atrioventrikuler
-
M.
papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
-
Korda
tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan
katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat
ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.
Miokardium : Miokardium merupakan bagian paling tebal
dari dinding jantung yang terdiri dari lapisan otot jantung. Atrium tipis dan ventrikel
tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz
streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.
Epikardium :
Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan
mesotel. Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard, perikardium
viseralis, dan perikardium parietalis.
1.
Patomekanisme
nyeri :
Infeksi
β-Streptococci Grup A terhadap tubuh merangsang timbulnya respon imun. Respon
imun yang muncul bisa respon selular maupun humoral. Respon selular berupa
peningkatan sel T sitotoksik. Respon humoral bisa berupa pelepasan antibodi anti-sterptococci misalnya ASTO,
anti-DNAase antibodi [15].
Pada sendi artikular terdapa
antigen penyebab artritis yang kemudian bertemu dengan APC yang terdiri dari
sel sinoviosit, sel makrofag, dan sel dendritik yang kemudian akan
mengekspresikan HLA-DR. antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat
oleh CD4+. APC + HLA-DR + CD4+ membentuk trimolekul
kompleks yang mengekskresi reseptor IL-2 pada permukaan CD4+ yang
teraktivasi. Selain itu, juga disekresi
berbagai limfokin, gamma IFN, TNF-beta, IL-3, IL-4, GM-CSE yang
meningkatkan fagositosis makrofag, produksi antibody untuk sel B. Antibodi dan
antigen yang sesuai membentuk kompleks imun yang akan berdifusi ke dalam ruang
sendi. Deposisi kompleks imun aan mengaktivasi komplemen C5a yang akan
meningkatkan pemeabilitas vaskuler dan menarik lebih banyak PMN. Fagositosis
kompleks imun oleh makrofag akan membebaskan radikal bebas oksigen, leukotrien,
prostaglandin, dan bradikinin . Bradikinin inilah yang berperan sebagai
mediator nyeri. Akibatnya, terjadi
erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen (O3) dapat menyebabkan viskositas
cairan sendi menurun, di samping itu juga merusak kolagen dan proteoglikan
rawan sendi.
Patomekanisme
bengkak : proses inflamasi yang
terjadi di jaringan sendi yang melalui mekanisme di atas juga akan menimbulkan
peningkatan ukuran jaringan yang mengalami inflamasi disertai perubahan warna
(merah), peningkatan suhu, nyeri, dan functio
laesa (kehilangan fungsi).
Patomekanisme
demam : Infeksi β-Streptococci Grup
A terhadap tubuh menginduksi pembentukan pirogen yang mempengaruhi monosit,
limfosit B, makrofag, dan sel lainnya mengeluarkan sitokin pirogen endogen
yaitu IL-1, IL-2, IL-6, TNF-α, dan IFN yang menginduksi pusat pengatur
antipiretik di hipotalamus. Hipotalamus berespon dengan pelepasan mediator
prostaglandin E-2 yang menaikkan patokan suhu ke level demam dan setelah itu
tubuh akan memproduksi panas dan timbullah demam [16].
2.
Patomekanisme
palpitasi :
Ketika
terjadi kelainan di jantung kiri menimbulkan penurunan curah jantung sehingga
suplai darah teroksigenasi ke jaringan tubuh juga menurun. Akibatnya
terjadinlah hipoksia jaringan. Sebagai kompensasinya, stroke volume dan denyut
jantung ditingkatkan sehingga sirkulasi menjadi hiperdinamik dan terjadi
palpitasi [17].
3.
Nyeri
dan bengkak yang dialami pasien hanya terjadi di lutut kiri karena pada saat
dibawa ke rumah sakit, pasien masih berada dalam keadaan demam reumatik akut
(jika dikaitkan dengan DD yang diambil kelompok kami) karena baru terjadi
sejak tiga hari yang lalu. Tidak menutup
kemungkinan akan menyerang sendi-sendi yang lain seperti sendi siku, sendi
paha, sendi panggul, dan sendi-sendi interfalang bila tidak segera diterapi. Khas
dari demam reumatik adalah radang sendi jarang yang menetap lebih dari seminggu
sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi artritis membutuhkan waktu
3-6 minggu sehingga disebut poliartritis migrans. [18]
4.
Hubungan
jenis kelamin dengan gejala yang
dialami pasien pada kasus di atas yaitu :
Dari
data-data penelitian ditemukan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi klinis tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu
jenis kelamin. Misalnya gejala chorea jauh lebih sering ditemukan pada wanita
daripada laki-laki. Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung
reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa, gejala
sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan
insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki. [19]
Hubungan umur dengan gejala yang
dialami pasien pada kasus di atas yaitu :
Penyakit
jantung reumatik paling sering mengenai anak berumur antara 5-10 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak usia 3-5 tahun dan
sangat jarang ditemukan pada sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah. [20]
5.
Salah
satu manifestasi klinis dari demam reumatik/penyakit jantung reumatik adalah
karditis. Karditis ini biasanya mengenai endokard, miokard, dan perikard. Endokard
yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai katip mitral.
Pada keadaan dini DR akut, katup-katup yang terkena akan merah, edema, dan
menebal, dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah agak tenang,
katup-katup yang terkena akan menjadi tebal, fibrotik, pendek, dan tumpul yang
menimbulkan stenosis. Endokarditis biasanya terdeteksi bila terdapat bising
jantung.
Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba
pada kulit di atas daerah turbulensi dan
menunjukkan bising (murmur) yang kuat. Apabila telah terjadi stenosis mitral
(akibat endokarditis) maka sensasi getaran akibat bising jantung tersebut akan
teraba paling keras di apeks kordis.
6.
Mekanisme
bising sistol diastol derajat 2-3/6 pm
di apeks :
Bising
jantung timbul bila ada energi turbulen di dalam dinding jantung dan pembuluh
darah. Sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari diameter kecil ke
diameter yang lebih besar akan menimbulkan turbulensi. Turbulensi menyebabkan
arus berlawanan (eddies) yang memukul
dinding dan menimbulkan getaran yang didengar pemeriksa sebagai bising. Bising
derajat 2 adalah bising yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas. Bising
derajat 3 adalah bising yang cukup keras, tidak disertai penjalaran bising,
penjalaran sedang sampai luas [21].
Bising terdengar paling keras di apeks karena yang mengalami stenosis atau
hambatan aliran darah adalah katup mitral yaitu dari atrium kiri ke ventrikel
kiri yang secara anatomis berada di hemitoraks sinistra, sama dengan apeks
cordis yang dibangun oleh ventrikel kiri.
7.
A.
Femoralis teraba bounding artinya bahwa derajat denyut arteri mencapai derajat
4 (bounding = meloncat) [22].
Sistem gradasi ini berdasarkan amplitudo denyut arteri dimana skala 2 adalah
normal. Amplitudo yang besar yaitu derajat 4 disebabkan oleh keadaan
hiperkinetik sirkulasi sistemik seperti demam dan takikardi.
8.
Aktivitas
ventrikel kiri meningkat ditandai dengan adanya stenosis mitral yang
menimbulkan bising jantung. Bising terdengar paling keras di apeks karena yang
mengalami stenosis atau hambatan aliran darah adalah katup mitral yaitu dari
atrium kiri ke ventrikel kiri yang secara anatomis berada di hemitoraks kiri,
sama dengan apeks cordis yang dibangun oleh ventrikel sinistra.
9.
Mekanisme
takikardia :
Demam
berarti terjadi peningkatan suhu tubuh. Kenaikan suhu ini meningkatkan
kecepatan metabolisme nodus sinus (SA node) yang juga memberikan konduksi
tinggi ke seluruh jantung sehingga meningkatkan eksitabilitas dan kecepatan
irama sehingga timbullah takikardia.
10.
Hubungan
tanda-tanda pembesaran jantung dengan gejala yang dialami :
Infeksi
β-Streptococci Grup A terhadap tubuh akan menimbulkan demam reumatik/penyakit
jantung reumatik melalui mekanisme yang telah dijelaskan di atas. Salah satu
manifestasi klinisnya adalah karditis. Karditis ini biasanya mengenai endokard,
miokard, dan perikard; bisa sendiri-sendiri, kombinasi, atau ketiga-tiganya
yang disebut pankarditis. Endokard yang terkena utama adalah katup-katup
jantung dan 50% mengenai katup mitral. Miokarditis dapat bersamaan dengan
endokarditis sehingga terdapat kardiomegali (pembesaran jantung) dan gagal
jantung [23]
11.
Diagnosis
banding untuk kasus pada skenario 3 di atas yaitu :
Demam
Reumatik/Penyakit Jantung Reumatik
Endokarditis
Stenosis
Mitral
Miokarditis
INFORMASI
TAMBAHAN [24]
Tidak ada
satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang khas untuk demam
reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang memberikan gejala yang sama atau hamper sama
dengan penyakit ini. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi
yang sering disertai demam serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan
bermakna titer ASTO akibat infeksi Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya
tidak menimbulkan demam reumatik), maka seolah-olah kriteria Jones telah
terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta pemeriksaan
yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan dengan cermat agar tidak
terjadi diagnosis berlebihan.
Reumatoid Artritis serta Lupus Eritematosus
Sistemik juga dapat memberikan gejala yang mirip dengan demam reumatik.
Diagnosis banding lannya ialah purpura
Henoch-Schoeniein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis
pasca infeksi, artritis septik, leukimia, dan endokarditis bakterial subakut.
Diagnosis Banding Demam Reumatik, Artritis Reumatoid serta
Lupus Eritemstosus Sistemik [25]
TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
1.
Memahami
perbedaan masing-masing penyakit jantung pada anak.
2.
Memahami
mekanisme timbulnya penyakit jantung anak.
3.
Memahami
faktor-faktor yang berperan dalam proses patologis yang terjadi di jantung yang
menimbulkan penyakit jantung pada anak.
4.
Memahami
hal-hal yang berhubungan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita penyakit
jantung anak.
5.
Memahami hubungan antara gejala
penyakit jantung anak dan gejala lainnya yang relevan dengan diagnosis penyakit
kardiovaskuler tertentu.
6.
Menentukan
jenis pemeriksaan dan prosedur diagnostik tertentu yang menunjang diagnosis
penyakit jantung anak.
7.
Memahami
prosedur tindakan dan terapi pada penderita di UGD akibat penyakit jantung
anak.
8.
Memahami
kemungkinan komplikasi yang timbul dari penyakit jantung anak.
9.
Memahami
prognosis penyakit-penyakit jantung anak.
KLASIFIKASI INFORMASI [1]
Demam reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik
akut atau kronik yang dapat sembuh sendiri, oleh sebab yang jelas, dan
menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat. Penyakit jantung reumatik
adalah penyakit yang terjadi sesudah infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A.
Penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa
pola tertentu, lesu, anoreksia, lekas tersinggung, dan berat badan tampak
menurun. Anak terlihat pucat karena anemia, epistaksis, dan artralgia. Terdapat
peningkatan C-reactive protein dan leukositosis serta meningkatnya LED, titer
ASTO meninggi, dan pada EKG dijumpai pemanjangan interval P-R. Manifestasi spesifik
berupa artritis (poliartritis migrans), karditis, eritema marginatum, nodul
subkutan, dan chorea.
ANALISA DAN SINTESIS SEMUA INFORMASI
Pasien dalam skenario di atas datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada
lutut kiri, demam, jantung terasa berdebar-debar dialami sejak tiga hari yang
lalu, sianosis (-), nadi 140 kali/menit, reguler tekanan darah 120/60 mmHg,
suhu 38º C, DVS normal, peningkatan aktivitas ventrikel kiri, thrill teraba di
apeks, a. Femoralis teraba bounding,
batas-batas jantung membesar, bunyi S1 dan S2 murni, intensitas normal,
terdengar bunyi sistol diastol derajat 2-3/6 pm di apeks, tidak terdapat jari
tabuh, dan terdapat tanda-tanda radang di lutut kiri. memberikan sedikit
petunjuk untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Ada beberapa diagnosis banding
yang sempat dimunculkan seperti demam reumatik/PJR, stenosis mitral,
endokarditis, dan miokarditis. Akan tetapi, setelah membandingkan semua gejala
dan tanda yang biasa timbul dari semua DD di atas, kami menetapkan Demam
Reumatik/Penyakit Jantung Reumatik sebagai diagnosis yang paling tepat
untuk pasien pada skenario 3 sebab penyakit tersebut telah menunjukkan semua
gejala dan tanda pada skenario di atas berdasarkan tanda khas dari penyakit
ini.
DIFFERENTIAL DIAGNOSE
DEMAM REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
1.
Definisi Penyakit [26]
Demam reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik
akut atau kronik yang dapat sembuh sendiri, oleh sebab yang jelas, dan
menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang
terjadi sesudah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus grup A seperti tonsilitis, faringitis, dan otitis media.
2. Epidemiologi [27]
Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang
oleh DR akut, tetapi DR ini banyak terdapat pada anak-anak dan orang usia muda
(5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologik pada DR akut
ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tetapi pada saat wabah DR tahun
1980 di Amerika pasien-pasien anak yang terserang juga dari kelompok ekonomi
menengah ke atas. Setelah perang dunia kedua dilaporkan bahwa di Amerika dan
Eropa insiden DR menurun, tetapi DR masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara-negara berkembang.
Ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah
pada anak muda dan kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan
kemampuan untuk melakukan pencegahan sekunder DR dan PJR. Dilaporkan bahwa DR
adalah penyebab utama penyakit jantung untuk usia 5-30 tahun. DR dan PJR adalah
penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia di bawah 45 tahun, juga
dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.
Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR
dan PJR di Eropa dan Amerika menurun, sedangkan di negara tropis dan subtropis masih
terlihat peningkatan yang agresif, seperti kegawatan karditis dan payah jantung
yang meningkat. Majed 1992 melaporkan insiden DR di beberapa negara sebagai
berikut :
Insiden DR di Beberapa Negara [28]
1.
Etiologi dan Faktor Predisposisi [29]
Demam reumatik, seperti halnya penyakit lain
merupakan akibat interaksi individu, penyabab penyakit, dan faktor lingkungan. Penyakit
ini berhubungan sangat erat dengan infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A.
Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus
di kulit maupun saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada
timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada
individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
Faktor-faktor pada individu :
- Faktor genetik. Banyak demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terjadi pada satu keluarga maupun anak-anak kembar.
- Jenis kelamin. Dari data-data penelitian ditemukan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi klinis tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala chorea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa, gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
- Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3 tahun setelah serangan pertama.
- Umur. Penyakit jantung reumatik paling sering mengenai anak berumur antara 5-10 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak usia 3-5 tahun dan sangat jarang ditemukan pada sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.
- Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan sebagai faktor predisposisi untuk DR. Hanya telah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit jarang yang menderita DR/PJR.
Faktor-faktor
lingkungan :
- Keadaan sosial ekonomi yang buruk.
- Iklim dan geografi. DR adalah penyakit kosmopolit, terbanyak ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi data-data terakhir menunjukkan bahwa daerah tropis mempunyai insidens yang lebih tinggi. Di daerah dataran tinggi, insidens DR lebih tinggi daripada di dataran rendah.
- Cuaca. Perubahan cuaca mendadak seringkali menyebabkan insidens infeksi saluran pernapasan bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga meningkat.
1.
Patogenesis [30]
Meskipun pengetahuan tetntang DR/PJR serta
penelitian terhadap kuman Streptococcus
beta hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
yang pasti belum diketahui. Pada umumnya, para ahli sependapat bahwa DR
termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus
diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, yang
terpenting di antaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, difosforin nukleotidase, DNAase, serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
DR diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengungkapkan hipotesis tentang
adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus; hal inilah yang
menyebabkan reaksi autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi
Streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa di
antaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNAase misalnya dapat
menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala chorea sebagai manifestasi tunggal DR, saat kadar
antibodinya sudah normal kembali.
Respon Imun Spesifik terhadap Mikroba Ekstraselular dan Toksinnya :
Produksi Antibodi, Aktivasi sel CD4+
[31]
1.
Manifestasi Klinis
DR/PJR yang
kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan menjadi suatu
penyakit DR/PJR [32].
Manifestasi Klinis dari Gejala Mayor DR/PJR dari Berbagai Negara [33]
Perjalanan klinis DR/PJR dapat dibagi dalam 4
stadium [34].
Stadium I : berupa infeksi saluran napas bagian
atas oleh Streptococcus beta hemolyticus grup
A. Keluhan biasanya demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda
inflamasi, kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.
Stadium II :
disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A
dengan permulaan gejala DR, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,
kecuali chorea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III :
fase akut DR, saat timbulnya pelbagai menifestasi klinis DR/PJR.
Gejala peradangan umum : penderita mengalami demam yang tidak
tinggi tanpa pola tertentu, lesu,
anoreksia, lekas tersinggung, dan berat badan tampak menurun. Anak terlihat
pucat karena anemia, epistaksis, dan artralgia. Terdapat peningkatan C-reactive
protein dan leukositosis serta meningkatnya LED, titer ASTO meninggi, dan pada
EKG dijumpai pemanjangan interval P-R.
Manifestasi Spesifik : artritis (poliartritis migrans),
karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan chorea.
Stadium
IV : stadium inaktif. Pada stadium ini penderita DR
tanpa kelainan jantung atau penderita PJR tanpa gejala sisa tidak menunjukkan
gejala apa-apa.
[2] Ibid, hal. 222.
[3] Ibid.
[4] Staf Pengajar IKA FK UI, Buku
Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, (Jakarta,
2005), hal. 673.
[5] Ibid.
[6] Swartz, Op.cit, hal. 166.
[7] Ibid, hal. 163.
[8] Price, Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, (Jakarta, 2006), hal. 517-518.
[9] Putz, Atlas Anatomi Manusia
Jilid 2 Edisi 21,( Jakarta,
2005), hal. 53.
[10] Alkatiri, Bahan Kuliah Valvular Disease, (Makassar, 2007), hal. 14.
[11] Ibid, hal. 530.
[12] Ibid, hal. 536.
[13] Hastuti, Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler, (Makassar, 2007), hal. 5-13.
[14] Ibid, hal. 8.
[15] USM, A Compilation of
Pathogenesis and Pathophysiology, (Malaysia, 2003), hal. 61.
[16] Ibid, hal. 74.
[17] Ibid, hal. 92.
[18] Tim Penyusun IPD, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV, (Jakarta, 2006), hal. 1577.
[19] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit, hal. 737.
[20] Ibid, hal. 736.
[21] Ibid. hal. 673.
[22] Swartz, Op. cit, hal. 222.
[23] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1577.
[24] Staf Pengajar IKA FK UI, Op.cit., hal. 745-746.
[25] Ibid, hal. 746.
[27] Tim Penyusun IPD, Op.cit., hal. 1576.
[28] Ibid.
[38] Ibid, hal. 746-749.
[39] Ibid.
[40] Ibid.
[41] Ibid.
[42] Mansjoer, Op.cit, hal. 451.
[43] Tim Penyusun IPD, Op.cit, hal. 1578.
[44] Mansjoer, Op.cit,
[45] Tim Penyusun IPD, Op.cit.
[46] Ibid, hal. 1575.
DAFTAR PUSTAKA
Alkatiri, Hakim, 2007, Bahan Kuliah
Valvular Disease, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Baratawidjaja, Karnen Garna, 2006, Imunologi Dasar Edisi Ke-7, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Hastuti, Triani, 2007, Bahan Ajar
Histology Kardiovaskuler, Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Mansjoer,
Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1, Media Aesculapius, Penerbit FK UI,
Jakarta.
Putz
R., R. Pabst, 2005, Atlas Anatomi Manusia
Sobotta Jilid 2 Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Swartz,
Mark H., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tim Penyusun IPD, 2006, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Universiti Sains Malaysia, 2003, A Compilation of Pathogenesis and Pathophysiology, USM Press, Malaysia.
Wiechmann, Allan dan Pillow, Jonathan, 2005, University of Oklahoma Health
Sciences Center Interactive Histology Atlas, Oklahoma.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !