Tatacara pemberian nama pada mahkluk hidup ini didasarkan pada metode yang disebut Binomial Nomenklatur yang diciptakan oleh Carolus Linnaeus.
Binomial nomenklatur artinya penamaan dengan dua kata. Jadi semua makhluk hidup diberi nama yang terdiri atas 2 kata dari Bahasa Latin atau yang dilatinkan. Lihat contoh berikut:
- Padi : Oryza sativa
- Jagung : Zea mays
- Kucing : Felix domestica
- Macan : Felix tigris
- Macan tutul : Phantera pardus
- Kata pertama menunjukkan tingkat Genus, dan kata kedua menunjukkan tingkat Spesies.
- Nama tingkat genus ditulis dengan huruf awal kapital (huruf) besar, dan nama tingkat spesies ditulis dengan huruf awal huruf kecil
- Jika ditulis dengan huruf tegak kedua kata harus digarisbawahi (misalnya Oryza sativa) atau ditulis miring/italic (misalnya Oryza sativa)
- Apabila nama terdiri atas lebih dari dua kata, maka kata kedua dan berikutnya harus digabung atau diberi tanda penghubung. Misalnya: Hibiscus rosasinensis atau Hibiscus rosa-sinensis.
- Jika memiliki subspesies, nama tersebut ditambahkan pada kata ketiga. Jadi, pada subspesies terdiri atas tiga kata. Sistem penamaan yang terdiri atas tiga suku kata disebut Trinomial nomenklatur, contohnya, Felix maniculata domestica (kucing rumah/piaraan
- Nama species juga mencantumkan inisial pemberi nama species tersebut, contohnya Zea mays L. (yang memberi nama jagung adalah Linnaeus)
Lantas, mengapa makhluk hidup harus diberi nama sesuai peraturan seperti itu? Dengan menerapkan tatanama binomial nomenklatur
tersebut bertujuan agar semua orang di seluruh dunia tahu mengenai
makhluk hidup yang dimaksud, sehingga tidak bingung. Contohnya untuk
nama daerah pisang, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang, padahal kalau orang Jawa Barat gedang berarti pepaya.
Mengapa harus dengan Bahasa Latin? Konon Bahasa Latin ini bahasa yang
sudah baku dan tidak berkembang lagi. Jadi dengan menggunakan Bahasa
Latin penamaan makhluk hidup menjadi tetap dan tidak bakal berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar